Banyak orang bertanya: “Apakah saya perlu bayar pajak untuk keuntungan crypto?” Jawabannya: ya—kemungkinan besar harus, berdasarkan peraturan terbaru di Indonesia. Berikut panduan ringkas untuk pemula.
📜 Regulasi Pajak Crypto di Indonesia
Otoritas pajak (DJP/Dirjen Pajak) menyatakan bahwa keuntungan dari aset digital dianggap penghasilan lain dan dikenakan PPh sesuai tarif (5–30 %).
💵 Siapa yang Wajib Bayar?
- Individual yang melakukan trading/beli-jual crypto.
- Crypto Used sebagai investasi jangka pendek atau jangka panjang.
- Warga negara dan entitas lokal—tidak termasuk warga asing.
📅 Kapan dan Bagaimana Pelaporan?
- Masukkan ke SPT Tahunan—dilaporkan sebagai “penghasilan lain”.
- Catat semua transaksi—tanggal, harga beli, harga jual, volume.
- Sertakan bukti saldo/value dari wallet/bursa.
- Bayar PPh sesuai penghasilan neto: setelah dikurangi biaya dan pokok modal.
🧾 Contoh Sederhana Penghitungan
Jika kamu beli BTC Rp50 juta dan jual Rp70 juta, maka:
Untung = Rp20 juta, Pajak (misal 15%) = Rp3 juta.
📌 Tips Praktis
- Keep transaction log, bisa pakai spreadsheet.
- Pakai invoice atau laporan dari Cryptobeli (jika tersedia).
- Konsultasi dengan konsultan pajak jika volume besar.
- Gunakan software akunting crypto untuk otomatis pelaporan.
Pertanyaan Umum (FAQ)
Apakah stablecoin kena pajak?
Stablecoin biasanya netral; pajak dikenakan ketika ada selisih harga (jual lebih tinggi dari beli).
Bagaimana jika tidak dilaporkan?
Risiko: denda, bunga pajak, dan audit oleh DJP.
Kesimpulan
Ya, keuntungan dari crypto termasuk objek PPh. Penting untuk mencatat, melaporkan, dan bayar tepat waktu. Mulai sekarang agar konsisten dan aman secara hukum.
Mau lanjut tentang tools pelaporan, Excel template, atau integrasi API pajak—aku siap bantu 🌸